DENDA MARAH


*Cerpen *
DENDA MARAH
By: Arina Zaida Ilma
------------------------------ 


Prolog

 “Hendaklah engkau jujur meski hal tersebut merugikanmu, namun kejujuran sangat bermanfaat bagimu. Dan jauhilah kebohongan meski ia menguntungkanmu, namun sejatinya kebohongan merugikanmu.”
(Asy-Sya’bi )


------------------------------
DENDA MARAH

“Brukkk!!!” suara lemparan buku memekik telinga di pagi hari. Rupanya Lea sedang mengobrak-abrik tasnya  mencari uang dalam bukunya.
“Kamu ya yang mengambil uang dalam bukuku?!,” tanya Lea dengan suara keras pada Lena, adiknya. Lena langsung menolak tuduhan kakaknya itu
“Siapa bilang, Kak? Jangan asal tuduh?!,” suara Lena tak kalah keras. Lena pun masuk ke kamar, hatinya dongkol karena dituduh kakaknya. Padahal bukan dia yang mengambil uang kakaknya itu.
Baru saja pertengkaran kedua kakak beradik perempuan itu reda, di samping rumah terdengar teeriakan Leto dan Leo sedang bertengkar.
“Leo dimarahi kakak, Bu!,” kata Leo sembari terisak-isak. Ia mengadu pada ibunya yang sedang memasak.
“Aduh,” sungut ibu. “ Kalian memang  tidak pernah akur, bagaikan Tom & Jerry.”
“Leo nakal, Bu?! Ia menarik celanaku,” Leto meyusul ke dapur seraya ingin mengadu juga.
“Tapi... tapi aku tidak sengaja bu,” kata Leo tak mau mengaku.
“Sudah-sudah. Lebih baik kalian mandi sana! Sebelum ayah kalian pulang?!,” ibu mengingatkan mereka. Biasanya ayah pulang ketika mereka belum mandu dan ayah menjewernya.
“Bu, ayah pulang...,” kata ayah sambil membuka pintu. Tapi tak ada yang menyahutnya. Ayah heran dan langsung ke kamar.
“Ibu sakit ya?,” tanya ayah begitu masuk melihat kepala ibu ditutupi bantal.
“Eh, ayah sudah pulang. Ibu tidak pusing kok, cuma agak pening dengan anak-anak kita yang tak bisa akur. Tiap hari berantem melulu,” ibu menceritakan semua kejadian di rumah pada ayah.
 Ayah terdiam mendengar pengaduan itu. Mukanya masam. Memang di rumah itu semua gampang naik daraj karena hal kecil sekalipun.
Sambil termenung, ayah menemukan ide.
“Sepertinya ayah harus membuat peraturan baru,” kata ayah pada ibu.
“Ide bagus, Yah.”
*  *  *
Malam hari setelah semua selesai makan, ayah mengumpulkan mereka (termasuk Bi Sambi pun ikut)  untuk mengumumkan peraturan baru yang ayah buat.
“Peraturan apa yang ayah buat lagi?!,” kata Lea memberanikan diri.
“Ya, peraturan bersama,” kata ayah sambil mengambil secangkir kopi.
“Katakan saja, Yah?! Semua harus patuh pada peraturan baru ini, termasuk Bi Sambi yang hanya pembantu,” ibu yang tadinya diam ikut bicara.
“Baiklah, begini,” kata ayah basa-basi. : Mulai sekarang, siapa saja yang marah harus membayar denda Rp500,- sekali marah!,” ayah tersenyum ssinis tapi tetap serius.
Ayah melangkahkan kakinya menuju kamar dan kembali dengan sebuah celengan kaleng. Celengan tersebut tadinya untuk tabungan keluarga.
“Celengan ini akan diletakkan di atas TV,” kata ayah menuju TV.
“Siapa saja yang marah, wajib membayar denda,” lagak ayah seperti polisi.
Langsung saja semua anak ingin berkomentar.
“Wah, habis donk uang jajanku?,” rengek si Leto.
“Ya, makanya jangan lekas marah!,” ujar Lea.
“ Betul-betul-betul,” kata Lena meniru Upin Ipin.
“Kalian SETUJU?!,” tanya ayah.
“SETUJU!!!,” jawab mereka hampir bersamaaan.
“Baiklah, peraturan ini akan berlaku besok pukul enam pagi. Jangan  ada yang protes ataupun lupa?!,” tegas ayah kemudian meletakkan celengan itu diatas TV.
*  *  *
“Mana sepatuku, Bi! Aku mau berangkat sekolah,” teriak Leto pada Bi Sambi seperti bisanya.
“Leto! Pagi-pagi sudah marah-marah,” ibu menegur anaklelakinya itu.
“Denda bu??!!,” teriak Lena dari kamar mandi.
Ini kejadian yang pertama kalinya melanggar peraturan baru yang ayah buat. Ayah pun yang baru keluar dari kamar ikut menyaksikan. Tak terkecuali Bi Sambi juga ikut melihat di berlakukannya peraturan itu.
“Klonteng.. klongteng.. klongteng..ng..ng..ng !!!,” buyi uang Rp500,- yang Leto masukandalam celengan. Dengan senyum masam, ia melakukannya. Karena celengan itu masih kosong, jadi celengan itu berbunyi.
“Makanya, sudah ku bilang tahan emosimu,” komentar Lea dengan lagaknya.
“Ya, nanti juga giliran kakak!!,” sahut Leto menjulurkan lidahnya pada kakaknya Lea.
*  *  *
Sore hari, di meja makan yah mendapat pengakuan dari anak-anaknya. Berapa kali mereka memasukkan uang ke celangan.
Satu persatu anak pun mengakuinya.
“Aku Rp1000,- Yah,” Lena mengaku.
“Aku Cuma Rp500,- ,” tambah Leo yang masih duduk di kelas 1 SD.
“Mmm... kalo aku sich Cuma Rp1500,- ... hehe,” sahut Leto meringis.
Satu anak tidak mengaku, yaitu Lea. Tapi, ibu membeberkan semuanya.
“Ngomong-ngomong Lea paling banyak membayar denda nich...???”
“Berapa kali?!!!,” desak si Leto penasaran.
“Rahasia perusahaan donk!!! ,” kata Lea merengut.
“Oke-oke. Yang penting kalian semua sudah mau membayar denda dengan jujur. Tidak usah bertengkat lagi?!,” penjelasan ayah.
“Iya, Yah. Jujur!” anak-anak menjawabnya bersamaan.
“Ya, itu pelajaran paling penting. Soal denda itu pelajaran kedua. Semua harus bisa menahan marah, tapi jujurpun lebih penting. Jika kita jujur pada diri sendiri, niscaya kita akan terlatih jujur pada orang lain.”

# So, rumah tangga yang kurang ilmu adalah rumah tangga yang hanya akrab dengan sikap emosi dan jauh dari kearifan. Maka janganlah hiasi hidupmu dengan kemarahan. Jadikanlah setiap kritik bahkan penghinaan yang kita terima sebagai jalan untuk memperbaiki diri.
Free Heart Bow Arrow Cursors at www.totallyfreecursors.com


http://www.funny.org.in - Glitter Text