"Senyuman itu telah Lenyap"

"Senyuman itu telah Lenyap"
By : ARINA ZAIDA ILMA
To : Firdha
Fir, maafkan aku sebelumnya. Aku mohon kamu jangan pernah ganggu hubungan ku dengan Icha. Makasih atas semua yang udah kamu lakukan untukku. 
Sms Rino begitu melukai hatiku. Aku tak mampu menahan butiran-butiran air yang mengalir halus, membasahi pipiku. Seraya semakin deras bak anak sungai. Dan aku tak bisa lagi menampungnya. Aku menangis bukan karena putus cinta, tapi aku menangis karena kehilangan sahabat dekatku atau aku terlalu cepat menganggapnya sahabat.
Sebelum itu semua terjadi, ia sangat dekat denganku. Ia mengisi kesedihanku dengan kebahagian. Aku dan dia telah lama menjadi seorang teman. Bahkan sudah seperti kakak dan adik. Dimana ada dia, pasti ada aku. Tapi entah apa yang merasuki dirinya, sehingga ia berlaku seperti itu padaku. Apa salahku? Apakah aku sehina itu dimatamu Rino? Apakah aku seperti sampah yang tak layak untuk disayangi? Kau anggap apa aku ini? Boneka badut yang bisa bergerak. Yang dibutuhkan hanya untuk mengiburmu seketika. Oh.... tidak!
Aku tak kuasa menahan luka ini. Aku tahu, ia bukan siapa-siapaku. Tapi, setidaknya jangan kau putuskan pertemanan yang telah kita rajut sekian lama ini. Susah payah kita satukan, malah segampang itu kau hancurkan. Kalau tahu ini kan terjadi, pasti aku tak akan menjadikanmu lebih berarti dalam hidupku.
***
Pulang sekolah, aku berjalan gontai. Terik matahari menyengat tubuh mungilku. Menguras tenagaku. Ini tak seberapa, dibanding dengan kesedihan yang ku alami. Sampai di rumah, kembali ku lihat ponselku berharap ada sms atau telpon dari seseorang. Namun, kini tak ada lagi yang menghiasi inbox ku, tak ada lagi deringan ponsel yang selalu menghiburku. Rino, sahabatku tlah beku bak bongkahan es batu yang tak bisa diluluhkan. Ia telah benar-benar melupakanku. Ia tak pernah menghubungiku lagi. Ia berubah karena cinta yang menyelimutinya. Icha sahabat perempuanku telah memikat hati Rino dan membuatnya terlena oleh Icha. Mungkin Icha tak mau melihat aku dan Rino menjalin persahabatan. Ia khawatir nantinya aku dan Rino akan saling jatuh cinta.

***
Keesokan harinya, di taman sekolah. Aku kaget, ketika ada seseorang yang menepuk pundakku. Itu Icha.
“Fir, kamu kenapa? Kok melamun sendiri? Hayooo.. lagi mikirin sapa?,” tanya Icha padaku.
“Eh, kamu Cha. Bikin aku kaget aja. Enggak kok, aku Cuma pengin menyendiri. Hehe,” jawabku agak suntuk.
“Oh. Fir, ini ada surat untukmu dari someone.,” kata Icha sambil menyerahkan sepucuk surat untukku.
“Makasih yah,” sahutku singkat.
Lalu ku buka surat itu. Ternyata dari Vanno, teman sekelasku yang so perfect itu. Dari dulu memang aku sudah menaruh hati padanya. Tapi, karena ia terlalu sibuk dengan pelajaran, aku tak bisa mendekatinya. Ia dikenal cowok yang pendiam, angkuh tapi sangat perfect bagi anak remaja khususnya dikalangan remaja SMA ku.
Dalam surat itu mengatakan, bahwa ia terpikat oleh parasku. Wow... mengejutkan... Apa ia benar-benar tertarik padaku? Apa hanya tipu daya para cowok yang menginginkan kesucianku? Aku tak ingin terjebak dalam cerita abu-abu seperti sebelum-sebelumnya. Ku pikirkan matang-matang.
Siang itu, aku meninggalkan Icha di taman sendirian. Aku bergegas ke kelas dan ingin cepat-cepat membalas surat itu. Jujur saja aku juga menyukai Vanno. Hehe.

Dear Vanno

Vanno, aku terima pernyataan cintamu. Dan aku terima kau jadi pacarku. Tapi dengan satu syarat. Kau harus setia padaku dan semoga kita dapat saling melengkapi satu sama lain.

Sehari berlalu, aku dan Vanno kini menjalin hubungan kasih. Tapi, aku masih memikirkan Rino, sahabatku. Entah mengapa, aku gelisah seraya ada rasa bersalah menyelimutiku. Sebab, aku dan Rino telah berjanji apabila ada sesorang yang telah melengkapi hidup kita hendaknya saling bercerita satu sama lain.
Pagi itu, di sekolah aku tekadkan keyakinanku untuk mengatakan yang sejujurnya pada Rino bahwa aku dan Vanno sudah jadian. Mungkin itu lebih baik, daripada aku harus menyembunyikan hubunganku dengan Vanno.
“Rino, aku sekarang menjadi pacar Vanno,” kataku pada Rino bersama Vanno didekatku.
“Apa? Kalian jadian?,” Rino terkejut mendengarkan kata-kataku.
“Iya,” anggukku menoleh tersenyum pada Vanno.
Rino tak berkutik di tempat. Ia hanya bisa dan kaget. Ia pun tak tersenyum sedikitpun kepadaku. Apa artinya itu? Apakah dia masih menyayangiku? Sudahlah, itu bukan urusanku. Ia tlah menyakitiku, dan aku juga telah melupakannya.
***
Seminggu berlalu, aku dan Vanno semakin harmonis dan bahagia. Tapi, Rino dan Icha sudah putus tiga hari yang lalu. Rino memintaku untuk memutuskan Vanno dan ia ingin menjadi pacarku.. Aku tertegun seraya tak percaya, ia yang menjauhiku tapi ia malah mendekatiku lagi. Dasar cowok?!
Aku pun tak menerimanya. Sesekali ia bersikap manis padaku, aku torehkan senyumku untuk Vanno, kekasih setiaku. Kini, hanya untuk Vanno lah senyumku.
Free Heart Bow Arrow Cursors at www.totallyfreecursors.com


http://www.funny.org.in - Glitter Text