“MY BOYFRIEND IS YOU”
By : ARINA ZAIDA ILMA
Aisyah
Normalitha. Itu namaku. Panggil saja Litha. Aku seorang cewek kelas XI di SMAN 1
Cilacap. Banyak orang yang bilang kalo aku ini rajin, cerdas tapi sayangnya aku
agak tempramental. Aku sangat akrab dengan Aga, sahabat cowok ku sejak aku
masih kecil. Suatu ketika, Aga mengajakku nonton bioskop berdua.
“Lith..
loe mau gak malam ini nemenin gue nonton?,” tanya Aga padaku.
“Mau
banget.. Kapan??? Tapi masa kita cuma berdua? Gue ajak Sherin ya?,” jawabku.
“Gak
usah?! Kita berdua aja. Loe mau kan?,” desak Aga tak mau aku mengajak Sherin,
teman sebangkuku di kelas.
“Iya
udah, gue mau. Nanti loe samperin gue ya?,” kataku malu-malu.
“Ya,
oke,” balas si Aga.
Tepat
pukul 19.00 WIB, Aga sudah menghampiriku di depan rumah. Dia kelihatan cakep
dan gagah banget, apalagi dengan motor satrianya.
“Tin...
Tin.. ,” bunyi klakson motor satria Aga.
Aku
pun berpamitan dengan papah dan mamah. Mereka mengizinkanku pergi dengan Aga,
karena Aga cowok yanng papah mamah sukai.
***
Di
bioskop, lampu-lampu bioskop berkelap-kelip seperti bintang. Aku dan Aga duduk
berdekatan menonton film Siti Nurbaya. Sambil menonton film itu, aku dan Aga
berpegangan tangan seraya menghayati film itu.
Tiba-tiba,
Aga mencium pipiku. Aku kaget bukan kepalang.
“Aga??!
Loe ngapain cium pipi gue?!,” kataku refleks. Aga tak berbicara, ia terdiam
sesaat.
“HeI??!!,”bentakku.
“Ya,,,
ada apa Lith??? Loe panggil gue???,” sahut Aga seperti orang linglung.
“Eh..
tadi loe kok cium gue?,” tanyaku kedua kali.
“Mmm..
maaf ya?? Gue.. gue gak sengaja.. Gue Cuma takut kehilangan loe Lith,” jelas
Aga gagap sambil memelukku.
“Gue
gak kemana-mana kok. Gue disini, disamping loe,” balasku tak mengerti maksud
perkataannya.
“Bukan
gitu Lith.. gini, gue semalam bermimpi kalo loe akan meninggalkan gue untuk
selamanya dan gak akan pernah kembali,” rengek Aga bersedih.
“Ah..
itu kan hanya mimpi,” jawabku tak percaya.
***
Di
taman sekolah, aku sedang duduk bersama Sherin. Tiba-tiba hidungku mengeluarkan
darah. Aku shock dan menjerit lalu pingsan tak sadarkan diri.
Sherin
cepat-cepat memanggil guru dan tak lupa
ia segera memanggil Aga.
“Aga,,,,
Litha mimisan. Sekarang tolong bawa dia ke UKS?!,” kata Sherin gugup.
“Hah??
Apa?? Iya.. iya.. gue bawa dia ke UKS sekarang juga.” Aga terkejut mendengar
kabar itu.
Satu
jam berlalu. Aku belum sadar jga. Akhirnya aku di bawa ke RSUD oleh papah dan
mamah.
“Dok,
bagaimana anak saya? Ia sakit apa?,” desak mamah pada dokter yang baru keluar
dari UGD.
“Maaf
bu.. Anak ibu menderita leukimia,” jelas dokter mengerutkan keningnya.
Mamah
dan papah tak percaya kenyataan itu. Mamah pingsan, papah juga shock berat.
Tapi, mereka tak bisa melakukan apa-apa untukku.
Aga
menjenguk ku di RSUD. Mendengar cerita papahku, ia menangis tersedu-sedu.
Selama aku di RSUD, ia selalu menemaniku. Bahkan ia rela tak pulang demi
menunggu aku sadar. Aku koma selama kurang lebih seminggu.
“Lith..
seminggu kok loe belum bangun?!,” bisik Aga di telingaku lirih seraya
mencemaskan keadaanku yang semakin menurun.
Tiba-tiba,
jari-jariku bergerak. Perlahan ku buka mataku.
“Litha???
Syukurlah loe udah bangun. Dokter?! Om tante??! Litha sadar??!!,” teriak Aga
gembira.
Mamah
dan papah meneteskan air mata karena aku bisa sadar dari koma. Dan membiarkan
aku berdua di kamar rumah sakit bersama Aga.
“Litha..
gue sayang loe??!! Gue mau, loe cepet-cepet sembuh,” curhat Aga padaku yang
masih terbaring lemas.
“Iya
sayang,,, Ups,,” aku keceplosan memanggil Aga sayang. Entah kenapa kata sayang
terucap dari mulutku untuk Aga. Itu pun di luar kesadaranku juga.
“Iya
sayang.. Gpp Lith loe manggil gue sayang, selamanya juga boleh.” Aga tak heran
dan tak merasa aneh, ia malah menanggapinya dengan biasa-biasa saja dan
menyuruhku memanggilnya sayang selamanya. Aku terdiam.
“Lith..
gue mau nanya nich? Loe jawab jujur ya?,” kata Aga.
“Iya,
apa Ga?,” sahutku pensaran.
“Tit..
tit.. tit ,” bunyi komputer alat untuk mendeteksi apakah seseorang masih hidup
atau sudah mati hampir lurus. Aga ketakutan.
“Lith..
loe kenapa?,” Aga cemas.
Ternyata
mimpinya jadi kenyataan. Litha meninggal dalam pelukan Aga... Belum sempat Aga
mengucapkan keinginannya untuk jadi pacarku , aku telah meninggalkannya dengan
kata-kata terakhirku.
“Loe.. Loe.. Loe.. My boyfriend is you Aga.
Aku mencintaimu.”
Itu
adalah kata-kata terakhirku yang bisa ku sampaikan pada Aga. Aku pergi untuk
selama-lamanya, meninggalkan orang-orang yang aku sayangi. Tetapi, walau
jasadku telah mati, ragaku selalu ada di
sisi mereka. Tak terkecuali Aga... My boyfriend...
“Cinta memang tak harus memiliki, meskipun
loe udah gak ada Lith,, tapi gue tetep mencintaimu. Hatiku selalu untukmu..
Muacchhh,” kata Aga sebagai tanda perpisahannya denganku sambil mengecup
keningku untuk terakhir kalinya.