Cerpen Edisi Kesebelas
WAITING FOR
YOU
Oleh: Arina Zaida Ilma
Aku duduk termenung menatap jendela kamar yang
terbuka. Merebahkan badan di sisi pojok kamarku. Menunggu datangnya sms yang
masuk berdering. Mengharapkan seseorang yang aku sayangi datang menghampiri.
Seketika, muncul sekelebatan bayangan didepanku yang mengagetkanku. Itu mamaku.
“Fa, kok melamun? Hayooo, lagi mikirin siapa? Mikirin
Ardha ya? Cieee...,” tanya mama menyelipkan canda, membuatku merah merona mati
gaya.
“Hah? Enggak kok ma. Thefa enggak mikirin siapa-siapa,
apalagi Ardha.. Ewww...Thefa cuma pengin sendiri aja,” jawabku menutupi fakta.
“Ooo.. udah sore mandi sok atuh?!,” perintah mama
sambil meninggalkan kamarku.
“Iya ma,” sahutku patuh.
Sudah dua hari ini, Ardha tak lagi mengirimkan pesan
padaku. Apakah dia lupa padaku? Maybe.
Ardha adalah seorang cowok SMP yang sangat mempesona. Daya tariknya sangat
kuat, mampu memikat puluhan cewek yang melihatnya. Sayangnya dia tidak satu
sekolah denganku. Dia pindah ke Jakarta mengikuti ayahnya yang kerja di
sana. Ayah dan ibunya adalah sahabat
dekat papa dan mamaku. Dulu mereka teman satu kampus. Sejak kami masih kecil
kami sudah saling kenal satu sama lain, karena mamaku sering menitipkanku di
Rumah Ardha ketika mama akan dinas di luar kota. Kami pun bermain layaknya
anak-anak kecil lainnya. Aku sangat merindukan masa kecilku bersama Ardha.
Untungnya setiap hari libur, ia kembali ke Yogya untuk menengok rumah lamanya.
“Tokkk-tokkk-tokkk,” bunyi ketukan pintu menggaung
keras di luar. Aku membukanya dan siapa yang aku lihat? Wow, ternyata Ardha.
Betapa girangnya aku menyambut kedatangan Ardha. Apakah ini surprise untukku? Setelah ia mengujiku
dengan cara tak mengirimkan pesan padaku, akhirnya dia memberikan jawabannya
sekarang bahwa dia masih ingat denganku.
“Hai Thefa, lama tak jumpa denganmu,” katanya begitu
anggun menawan menembus dinding-dinding hatiku. Mengeraskan bunyi detak
jantungku . Ardha memelukku, meluapkan `kerinduannya padaku.
“Hai, ia. Kok kamu gak sms aku lagi sih? Kangen tau?!
Ayo masuk!,” jawabku sembari berbincang-bincang dan mengajaknya masuk.
“Ia kemarin aku sibuk. Maklum cowok keren,” sahutnya
berlagak bintang sinetron terkenal yang sibuk dengan berbagai orderan.
Aku pun mengajaknya duduk di ruang tamu serta
memanggil papa dan mama. Ardha tidak datang sendiri ke rumahku, ia bersama
kedua orangtuanya. Ya, sekalian silaturrahim. Mama menyuruhku main dengan
Ardha. Papa dan mama berbincang-bincang karena begitu rindu dengan sahabatnya
itu. Aku mengajak Ardha ke kamarku dan mempersilahkan duduk di tempat tidurku.
“Ayo duduk Dha.”
“Ia, makasih Fa,” jawabnya singkat.
“Udah lama ya kamu gak balik ke Yogya?,” tanyaku
mengerutkan kening seraya melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada Ardha.
“Ia udah ada 2 bulan. Aku rindu kota kelahiranku.”
Ardha menjawab pertanyaanku.
Waktu terus berjalan hingga menunjukkan pukul 21.00
WIB. Aku pun mengantuk setelah lama mengobrol dengan Ardha. Aku ketiduran di
pundak Ardha. Ardha lalu membaringkanku ke tempat tidur kemudian meninggalkanku
di kamar untuk beristirahat. Ardha kembali ke ruang tamu, menemui orangtuanya
untuk segera kembali ke Jakarta malam ini juga. Mereka berpamitan dengan
orangtuaku.
* * *
Fajar pagi
mulai bersinar. Sinar rembulan tak lagi terang, kini matahari menampakkan dirinya
memberikan kehangatan untuk dunia. Aku terbangun dari tidurku. Langsung mandi
kemudian bersiap-siap berangkat sekolah. Jam 06.30 aku dan keluargaku sarapan
pagi sebelum masing-masing dari kami melakukan aktivitas sendiri-sendiri. Aku
menanyakan Ardha pada mamaku.
“Ma, Ardha
udah pulang ya ma? Kok aku gak tau?,” rengekku semberat lesu di mukaku.
“Udah
sayang, dari tadi malam. Kamu ketiduran,” jawab mama.
Sebenarnya
aku berat rasanya melepaskan Ardha untuk kembali ke Jakarta. Entah apa yang
sedang terjadi padaku. Apakah ada rasa antara aku dan Ardha? Apakah kami saling
menaruh hati? Apakah kami saling jatuh cinta? Ah, yang benar saja.
Pulang
sekolah, aku berjalan gontai terkena terik matahari yang begitu menyengat bak
lebah yang sedang beratraksi. Ku letakkan tasku di atas tempat tidurku. Ku
tengok ponselku, mengharapkan pesan dari someone
yang masuk. Someone itu adalah Ardha.
Sebenarnya aku menaruh hati padanya sudah sejak lama. Tapi baru sekarang semua
itu terasa.
***
Seminggu
berlalu, ku jalani kehidupanku ini yang bagaikan panggung sandiwara. Menatap
mentari 2012 agar selalu bersinar di seluruh belahan dunia. Memberi makna
kehidupan yang sesungguhnya.
“Udah
seminggu kok Ardha gak sms juga ya?,” cemasku pada Ardha.
Aku sangat
mengkhawatirkan Ardha. Kenapa sekarang tak ada lagi kontak batin antara kita
Ardha. Tatap mata pun tak lagi ada dapatkan darimu, apalagi smsmu. Oh..No?!
Sekarang aku benar-benar tak percaya, aku akui kini aku sungguh mencintai
Ardha. Ardha kembalilah padaku, kembalilah seperti Ardha yang dulu yang aku
kenal. Apakah dia merasakan apa yang aku rasa, Tuhan? Yeah, meskipun dia tak
tahu isi hatiku, tetapi aku akan setia, akan selalu menunggumu kapan saja,
dimana saja dia berada. I will always
waiting for you.
***
Satu tahun
berlalu, meninggalkan duka yang amat mendalam bagiku. Tak ada lagi Ardha yang
selalu menyayangiku. Tak ada lagi Ardha yang bisa ku ajak bicara. Tak ada lagi
kisah yang bisa kita lukiskan di kanvas kehidupan. Kini, Ardha benar-benar
sudah melupakanku. Ardha hilang seketika. Apakah pertemuan pada malam itu
pertanda bahwa dia akan pergi meninggalkanku? Entahlah. Aku pun bertanya pada mama.
“Ma, kok
Ardha gak datang lagi ke rumah kita ya?,” tanyaku merengek pada mama.
“Ardha kan
lagi di Australia. Dia pindah sekolah ke sana. Ayahnya dinas di Australia.
Emank kenapa?,” sahut mama menjelaskan semuanya padaku.
“Apa?! Mama
kok dari dulu gak pernah cerita?!,” sewotku menggerutu agak marah.
“Maaf
sayang, mama lupa. Lagian kamu gak tanya dari dulu, hehe,” jawab mama menarik
bibir manisnya memberikan senyuman sinis padaku.
“Yah mama..
kapan Ardha balik ke Yogya.” Aku kembali menerocoskan pertanyaan-pertanyaan
yang masih membuatku penasaran.
“Besok lusa
dia datang kok. Kemarin ibunya sms mama,” komentar mama.
“Bener ma,”
kataku sambil berlari kegirangan ke arah kamar tercintaku.
***
Satu hari
kemudian,
Benar yang
dikatakan mama. Ardha dan keluarganya datang ke rumahku kembali menyapaku
dengan senyuman manis yang selalu memberi kesan tertentu di benakku.
“Ardha,”
sentakku melihat Ardha berdiri dihadapanku. Dia tampaknya sudah berubah 100 %
. Dia makin tampak rupawan.
“Ia sayangku
Thefa,” sahutnya memanggilku sayang. Ternyata orangtua Ardha dan orangtuaku
telah merencanakan ini semua. Mereka akan menjodohkanku dengan Ardha setelah
keluarga Ardha kembali dari Australia. Kedatangan Ardha memecahkan kesunyian,
dan kini menjadi haru biru yang membahana membawa kebahagiaan untukku dan
Ardha.
“Thefa,
sebenarnya aku jatuh cinta sama kamu sejak kita SMP. Tapi aku nunggu waktu yang
tepat untuk menyatakannya.. Maaf ya lama menunggu. Kata mamamu “you will always waiting me” kan?
Hehe....” panjang lebar ia menjelaskan kepadaku.
“Lhoo kok
kamu tau kata-kata itu sih?.” Pipiku memerah malu.
“Ia donk?!
Kan mamamu selalu sms aku. Mamamu gak sengaja baca Diary mu, dan ingat
tulisanmu yang bunyinya “ I will
always waiting you, Ardha”.” Ardha
menjawabnya terbuka.
“Ih, mama
jail deh. Hehe... Ya udah, yang penting kita udah ketemu lagi.”
“Iaaa,
sekarang kamu mau gak jadi pacarku?! Dan besok kalau kita udah lulus kuliah aku
mau melamarmu... Kamu mau kan?.” Ardha melontarkan kata-kata yang membuatku
terharu mendengarkannya. Apakah ini fakta? Terimakasih Tuhan.
“Mmm.... aku
mau Ardha,” jawabku sambil berpelukan karena begitu senang.
Aku dan
Ardha pun kini terlihat sangat dekat. Dimanapun ada Ardha disitu pasti ada aku.
Namanya juga pasangan yang tak terpisahkan. Aku menjalani seluruh kegiatanku
hampir dengannya selalu. Kini, kami akan menunggu sampai kami benar-benar
menjadi pasangan sejati yaitu pasangan suami istri. Selepas lulus kuliah, kami
akan menikah dan menjalani bahtera kehidupan yang begitu indah, melukiskan
kembali kisah-kisah cinta diantara kita yang terpendam begitu lama. HAPPY
ENDING.
Salam manis,
Thefany dan
Ardha